Dokumen Kependudukan
untuk Orang dengan Kewarganegaraan Ganda: Kebijakan Sebelum dan Sesudah UU No.
12 Tahun 2006
Kewarganegaraan ganda adalah status di mana seseorang
secara hukum diakui sebagai warga negara oleh lebih dari satu negara. Di
Indonesia, pengaturan terkait kewarganegaraan ganda mengalami perubahan yang
signifikan setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan. Artikel ini akan membahas peraturan pengurusan dokumen
kependudukan bagi orang dengan kewarganegaraan ganda sebelum dan sesudah
penerapan UU tersebut, serta konsekuensi bagi mereka yang tidak memilih
kewarganegaraan.
1. Kewarganegaraan Ganda
Sebelum UU No. 12 Tahun 2006
Sebelum
UU No. 12 Tahun 2006 disahkan, anak-anak dengan kewarganegaraan ganda harus
melalui proses administratif yang lebih ketat untuk mendapatkan dokumen
kependudukan. Mereka diharuskan untuk mengajukan surat "Anak
Berkewarganegaraan Ganda Terbatas" (ABGT) ke Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil (Disdukcapil). Surat ABGT ini menjadi dasar untuk mendapatkan
dokumen kependudukan, seperti akta kelahiran, Kartu Identitas Anak (KIA), dan
Kartu Keluarga (KK).
A.
Prosedur
Pengurusan Surat ABGT:
1) Orang
tua harus mengajukan permohonan ke Disdukcapil dengan melampirkan dokumen
seperti akta kelahiran anak, paspor kedua negara, dan surat keterangan
kewarganegaraan.
2) Setelah
berkas diverifikasi, Disdukcapil akan mengeluarkan surat ABGT.
B.
Hak
Memilih Kewarganegaraan:
Anak-anak dengan kewarganegaraan ganda
yang lahir sebelum UU No. 12 Tahun 2006 diharuskan memilih salah satu
kewarganegaraan ketika mencapai usia 18 tahun. Proses ini harus dilakukan untuk
menentukan status hukum mereka di Indonesia.
2. Kewarganegaraan Ganda
Setelah UU No. 12 Tahun 2006
Setelah
UU No. 12 Tahun 2006 diberlakukan, anak-anak yang lahir dengan kewarganegaraan
ganda tidak perlu lagi mengajukan surat permohonan ABGT. Mereka secara otomatis
terdaftar sebagai Anak Berkewarganegaraan Ganda Terbatas (ABGT) hingga usia 18
tahun. Pada usia tersebut, mereka diberikan hak untuk memilih kewarganegaraan.
A. Proses Pencatatan
Kewarganegaraan Ganda:
1)
Anak yang lahir setelah
UU ini otomatis terdaftar dalam dokumen kependudukan sebagai ABGT.
2)
Orang tua dapat
mencatatkan anak di Disdukcapil dengan melampirkan akta kelahiran, paspor kedua
negara, dan dokumen kewarganegaraan lainnya.
B. Hak Memilih
Kewarganegaraan:
Seperti pada peraturan sebelumnya, anak
yang terdaftar sebagai ABGT harus memilih kewarganegaraannya ketika mencapai
usia 18 tahun.
3. Konsekuensi Jika Tidak
Memilih Kewarganegaraan
Jika
warga negara dengan kewarganegaraan ganda tidak menentukan kewarganegaraan
mereka sebelum mencapai usia 21 tahun, status mereka menjadi bermasalah dalam
hal administrasi kependudukan. Mereka akan dianggap sebagai warga negara asing,
dan sebagai akibatnya, tidak akan diizinkan untuk mendapatkan layanan
administrasi seperti penerbitan akta perkawinan atau dokumen kependudukan
lainnya.
A. Langkah yang Ditempuh
dalam Kasus Ini:
1) Pembekuan Identitas: Apabila seseorang dengan
status kewarganegaraan ganda tidak memilih kewarganegaraannya setelah mencapai
usia 21 tahun, identitas mereka akan dibekukan. Pihak Disdukcapil akan
memblokir akses terhadap dokumen-dokumen administrasi kependudukan sampai
mereka melakukan pemilihan kewarganegaraan.
2) Tidak Dapat Menerima
Layanan Administrasi: Hingga mereka memilih
kewarganegaraan, mereka tidak akan dapat memperoleh layanan administrasi
seperti pembuatan akta perkawinan, KTP, atau dokumen resmi lainnya.
4.
Pentingnya
Selektivitas dalam Administrasi
Petugas
di Disdukcapil harus selektif dalam menangani kasus orang dengan
kewarganegaraan ganda. Jika ditemukan warga yang belum memilih
kewarganegaraannya setelah melewati batas waktu yang ditentukan (21 tahun),
maka tindakan pembekuan identitas harus segera dilakukan. Hal ini dilakukan untuk
memastikan bahwa administrasi kependudukan di Indonesia tetap sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku.
5. Peran
Apostille dalam Dokumen Kependudukan
Apostille adalah sertifikat yang digunakan untuk
melegalisasi dokumen publik yang akan digunakan di negara lain, termasuk
dokumen kependudukan seperti akta kelahiran, akta perkawinan, atau dokumen
terkait kewarganegaraan. Sejak Indonesia meratifikasi Konvensi Apostille,
dokumen kependudukan seperti akta kelahiran dan surat keterangan
kewarganegaraan dapat dilegalisasi melalui apostille.
A. Prosedur
Mendapatkan Apostille:
1)
Persiapkan
Dokumen: Dokumen yang ingin diapostil harus merupakan dokumen publik resmi,
seperti akta kelahiran atau akta perkawinan. Dokumen ini harus dikeluarkan oleh
instansi pemerintah yang berwenang di negara asal.
2)
Pengajuan
di Instansi Berwenang: Dokumen diajukan ke instansi yang berwenang untuk
memberikan apostille, seperti Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
(Kemenkumham) di Indonesia.
3)
Proses
Legalitas: Kemenkumham akan memeriksa keaslian dokumen dan akan memberikan
apostille jika semuanya sesuai.
Di Indonesia, biaya pengurusan apostille umumnya
dikenakan per dokumen, berkisar antara Rp100.000
hingga Rp200.000 per dokumen.
Pastikan untuk memeriksa tarif terkini dengan Kemenkumham atau instansi
terkait. Perubahan kebijakan terkait kewarganegaraan ganda sebelum dan sesudah
UU No. 12 Tahun 2006 memberikan kemudahan bagi anak-anak dengan kewarganegaraan
ganda dalam proses pengurusan dokumen kependudukan. Namun, tetap ada tanggung
jawab bagi warga tersebut untuk memilih kewarganegaraan saat mencapai usia
tertentu. Petugas Disdukcapil perlu waspada dan tegas dalam menangani kasus
yang melibatkan kewarganegaraan ganda untuk menjaga keabsahan administrasi
kependudukan di Indonesia. Penggunaan apostille juga mempermudah legalisasi
dokumen kependudukan bagi warga dengan kewarganegaraan ganda yang perlu
menggunakan dokumen tersebut di luar negeri, dengan mempertimbangkan biaya yang
terkait dalam proses ini.